Untuk keluarga, bersikaplah yang terbaik
Kata orang, teman boleh datang dan
pergi, tapi keluarga pulalah tempat kembali. Teman sekolah akan berpisah
sesudah wisuda. Rekan bisnis akan selesai begitu urusan selesai. Pun juga rekan
kerja, akan ditinggalkan saat pekerjaan selesai. Setelah semuanya, akhirnya
keluarga yang menjadi pelabuhan. Suami, istri, anak-anak, dan juga bapak ibu,
itulah yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan seseorang. Tidak
berlebihan kiranya jika kemudian dikatakan bahwa keluarga adalah sumber energi
dan kekuatan bagi seseorang. Dibalik seorang lelaki yang sukses, ada wanita
yang menjadi istrinya, yang menjadi daya dorong bagi kesuksesan itu. Bahkan
sangat layak pula jika keluarga dijadikan sebagai tolok ukur kesuksesan itu. Semua keberhasilan
yang didapat di dunia luar, mestinya keluargalah yang lebih dulu merasakan efek
positifnya, dan bukan orang lain. Sejauh mana seseorang memperlakukan
keluarganya, sejauh itu pula keberhasilannya bisa diukur. Apalah artinya sukses
pribadi, tapi di saat yang sama mengorbankan keluarganya. Anak yang tak
terurus, istri yang tidak diperhatikan, orang tua yang merana. Apalah artinya
sukses dan popularitas, jika keluarganya berantakan. Itu bukan jenis kehidupan
yang diharapkan.
Itulah sebabnya, Nabi Muhammad SAW
bersabda :
“ Sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik kepada keluarganya, dan aku yang paling baik
terhadap keluargaku” (HR Attirmidzy)
Ini standar keluarga teladan.
Bersikap, berakhlak dan berperilaku yang
terbaik terhadap keluarga. Ya, sebab keluargalah hulu sekaligus hilir kasih
sayang. Merekalah orang yang secara nasab dan rahim terikat paling kuat dengan
kita. Karenanya, ia menjadi sumber maupun muara semua tumpahan ekspresi. Mereka
yang menjadi orang-orang yang pertama untuk semua ungkapan perasaan kita. rumah
bagi kita, fisik maupun jiwa, raga maupun perasaan. Sudah sepantasnya untuk
mereka, dipersembahkan sikap-sikap yang terbaik. Dan bukan sebaliknya.
Sangat bisa dipahami mengapa Nabi
bertutur bahwa yang terbaik dari kita adalah yang paling baik perilakunya
terhadap keluarga. Sebab di hadapan keluarga, sikap-sikap yang muncul adalah
sikap sikap yang asli dan tidak dibuat-buat. Seperti apa sikapnya ketika
senang, seperti apa kata-kata yang terlontar ketika marah, semua terekspresikan
dengan lugas dan alami. Yang dengan demikian perangai asli seseorang bisa
dinilai. Lain ceritanya dengan sikap yang muncul dihadapan orang lain.
Tetangga, teman sekantor, masyarakat, apalagi atasan. Umumnya kita akan
menampilkan perilalku yang paling baik. Atau setidaknya berusaha mengesankan
bahwa tidak ada masalah apa-apa. everything is running well. Maka dengan
sendirinya sikap kepada orang lain ini tak bisa jadi ukuran kebaikan seseorang.
Sikap terhadap keluarganyalah yang menentukan kualitas aslinya. Tepat sekali
sabda nabi kita.
Nah, dalam konteks komunikasi,
perilaku dan sikap yang terbaik terhadap keluarga akan melahirkan kenyamanan.
Ini penting, sebab kenyamanan dalam komunikasi akan berimplikasi langsung pada
harmoni rumah tangga. Cinta yang
tulus, dan perlakuan yang terbaik tanpa mengharapkan balasan, itulah cinta yang
paling kita butuhkan dalam hidup ini. mari mencintai karena
hati ini menyemburkan gelombang cinta yang meggelora, mari mencintai, karena tahu, hidup
ini hanya akan berjalan indah dengan mencintai. mari mencintai, karena kita tahu kita harus mencintai, dan untuk itulah kita diciptakan sebagai manusia.Betapa jengah
kita menerima cinta bersyarat, yang dalam ekspresinya bersayap ancaman. Cinta semacam
ini bukan menghidupkan, tapi mematikan.
Comments
Post a Comment