MEMASTIKAN LANGKAH MAJU



Terkadang saya heran sendiri melihat  orang-orang yang seperti makhluk mati. Tak ada peningkatan dalam hidupnya, ilmunya, pergaulannya, kesalehannya,finansialnya, bahkan statusnya! Seolah-olah dunia ini berhenti bergerak saja. Sejak kecil saya melihat wujudnya begitu, sampai dua puluh tahun kemudian sesudah saya rampung kuliah, dia masih seperti itu. Kecuali umurnya, tak ada yang berubah. Nasibnya, penghasilannya, lingkungan pergaulannya. Baginya, seolah-olah alam ini berhenti bergerak.

Pernahkah kita berpikir, setelah sejauh ini hidup berjalan, sejauh mana ada peningkatan dalam diri? Seberapa sering menemui diri termangu sambil tersadar, kok sudah setua ini umurnya? Tau-tau sudah hampir punya cucu. Berhati-hatilah. Waktu yang disediakan untuk hidup ini tidaklah banyak. Kalau mau diperas lagi, waktu produktif kita teramat sedikit. Kalau tidak di rancang, dua puluh empat jam dalam sehari bisa saja berlalu tenpa kesan. Pada kesempatan yang sedikit itu, setiap diri ditantang mempersembahkan amal yang terbaik.

Maka, perlulah kiranya membuat peta jalan hidup, sekedar untuk megetahui grafik kebaikan kita beranjak naik, atau stagnan, atau malah terjun bebas. Upaya mengelola diri menuju peningkatan dari waktu ke waktu inilah yang disebut dengan tarbiyah. Jadi ia bicara kualitas, bukan kuantitas. Ia bicara bagaimana memanfaatkan waktu yang tersedia, bukan seberapa banyak waktu yang tersedia.

Seorang ulama pakar pendidikan pernah mengidentifikasi tarbiyah sebagai upaya atau proses mengembangkan kapasitas diri setahap demi setahap menuju ke titik kesempurnaan. Ini sejalan dengan makna etimologis dari kata tarbiyah, yang artinya tumbuh dan berkembang. Berproses menuju sempurna, ini dia. Berapa lama khalifah Abu bakar atau Umar bin Khothob memeluk islam? Kemungkinan besar kita lebih lama dari mereka. Tapi seberapa cepat  mereka memproses diri menuju kesempurnaan dalam limit waktunya, itu yang menyebabkan prestasi mereka menjulang. Hasil lompatannya juga jauh. Bahkan seolah melebihi waktu yang tersedia.

Karenanya, mentarbiyah atau mendidik diri ini bukanlah pekerjaan yang sederhana. Sebab memang pada dasarnya jiwa manusia itu dinamis dan beragam. Level akal pikirnya juga bermacam-macam. Begitu juga kapasitas fisiknya. Termasuk juga lingkungan yang membentuk pola pikirnya, sangat heterogen. Belum lagi dengan ragam imunitasnya terhadap syahawat dan godaan syaithan, yang ianya bersemayam begitu kuat dalam diri manusia. Maka, kalaupun tak cukup pede membandingkan diri dengan Abu bakar dan Umar, cukuplah bagi kita memastikan satu hal : bagaimana hari, bulan dan tahun kita kali ini lebih baik dari pada yang sudah lewat.

Berikutnya, berbicara tentang cakupannya, tentu seluas cakupan diri kita sebagai manusia. Jika diri ini terdiri dari hati, akal dan jasad,maka pada ketiganyalah tarbiyah merambah masuk. Hati diisi dengan iman, akal dipenuhi dengan ilmu, dan jasad di rawat dengan kesehatan.  Bagaimana bisa orang mukmin tak peduli dengan kuaitas imannya. Bagaimana mungkin guru sekolah islam —misalnya- tapi tidak pernah memperdalam ilmu keislamannya. Karena ini bukan pekerjaan main-main, maka kita juga tidak bisa mengelolanya sambil lalu. Sebaliknya, kita harus secara sadar mendesain dan me-manage hidup. Menetapkan target-target yang ingin kita capai, dengan mempertimbangkan kapasitas yang kita miliki berikut sumber daya yang meliputinya, peluang dan tantangannya.

Heran juga kadang melihat orang hidupnya tanpa target. Kadang memanipulasinya dengan syair puitis. Biar mengalir bagai air. Enak saja. Justru air itu terus mengalir karena ia memiliki tujuan super jelas ; laut! Bagaimana anda akan mengetahui sukses atau tidak dalam aktifitas kalau anda tidak tahu ukuran gagal suksesnya apa? Bagaimana anda akan mengukur capaian diri kalau tidak pernah menetapkan target yang tegas yang ingin dicapai? 

Jadi mari, pemaaflah terhadap orang lain,tapi jangan jadi pemaaf terhadap diri sendiri. Adakalanya, dalam rangka mentarbiyah dan mendidik diri, perlu memaksa diri. Kata orang, lebih baik terpaksa masuk surga daripada penuh kerelaan masuk neraka.

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR KEARIFAN DAKWAH DARI WALISONGO (CERAMAH HALAL BIHALAL Ust. SALIM A. FILLAH)

KEKUATAN DOA